I Know Who Raped Me !
{Model B}
# Sabtu, pukul 20.00
[Dasar laki-laki brengsek !!], gadis itu mengumpat dalam hati dan menekan pedal gas Toyota Harier-nya dalam-dalam.
Ia menelusuri jalan dengan pikiran melayang-layang, terbayang kejadian tadi. Ketika melihat Rully tunangannya, menyuapkan makanan ke seorang wanita dengan mesra di sebuah café. Ia juga ingat sewaktu mendekati mereka, wajah Rully langsung pucat dan tergagap-gagap saat menjelaskan, yang diyakini olehnya tidak ada sepatah katapun yang dapat dipercaya. Oleh sebab itu, ia menyetir dengan kecepatan tinggi menuju rumah sahabatnya untuk meluapkan kekesalan hati mencurahkan permasalahan.
Ia, bernama Rinavia, kerap disapa Rina. Berusia awal 20, kuliah di salah satu universitas ternama di Jakarta. Untuk kesibukan lainnya, ia berprofesi sebagai foto model majalah konsumsi pria dewasa. Dengan wajah melankolis dan tubuh bak gitar Spanyol, sangatlah pantas melakoni bidang tersebut. Karirnya menuju puncak, mulai menapaki layar kaca sebagai pemain figuran. Sahabat yang tengah dikunjunginya bernama Dian. Ia tidak menggeluti dunia model seperti halnya Rina, hanya seorang gadis biasa, yang setelah lulus ingin menjadi wanita karier. Meskipun demikian, wajah Dian tak kalah jelita.
Dian Novita
Sesampainya di rumah Dian, Rina langsung menghampirinya. Menangis sesegukan di pelukan sambil bercerita.
“Di, Rully Di huu hu hu..”, Rina meneteskan air mata kekecewaan cinta, Dian mengelus-elus punggungnya, guna membasuh hati yang terluka.
Pria tampan yang dicintainya, tunangan yang tak lama lagi akan mempersunting dirinya, membuatnya kecewa. Rully, pria yang suka memandang rumput tetangga lebih hijau. Tak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.
“Di, kayanya…aku mau bales tuh brengsek deh” ujar Rina seraya mengusap air mata.
“Bales ? gimana caranya ?”.
“Kamu masih inget, pengurus villa-mu sama temennya yang pernah meres kita ?”.
“Pak Riziek dan pak Usep maksudmu ? lantas, apa hubungannya dengan niat kamu itu ?” jawab Dian balik bertanya, belum mengena maksud Rina.
“Gini, aku mau buat foto panas sama mereka” tandas Rina membuat Dian terkaget-kaget.
“Ngaco kamu Rin !! jangan yang nggak-nggak ah, lagi juga…pak Riziek khan udah ngundurin diri !” tolak Dian halus.
“Ya kita cari dong…kemana kek, kamu pasti tau rumahnya yang di kampung khan ?”.
“Iya sih…tapiii…”.
“Aaah, ayolah Di…aku udah pernah digituin sama mereka ini…udah tanggung basah jadi sekalian aja mandi”.
“Aduh, ada-ada aja deh kamu…”.
“Ya kamu enggak usah ikutan, nonton aku aja Di !!” kata Rina, Dian terdiam karena tak mampu lagi berbicara dan kehabisan kata untuk menasehati sahabatnya.
“Trus, gimana buatnya ?”.
“Aku ada rencana mau ngajak Vira juga, dia kan fotographer…pak Usep juga, bisa diatur deh pokoknya…” ujar Rina memudahkan masalah.
“Jangan Rin, pake bawa-bawa Vira lagi !”.
“Ayolah, aku cuma mau ngebales aja kok…Lady Dy aja bales selingkuh waktu tahu Pangeran Charles ber-selingkuh, itu baru adil khan ?” jelas Rina sok historis.
“Ya ilah..Lady Dy sama Pangeran Charles sampe dibawa-bawa segala”.
“Ayolah Di, pliis…”, Rina mengguncang tubuh sahabatnya dengan wajah bagai anak gadis memohon dibelikan pakaian modis oleh Ibunya.
Rina terus mendesak, Dian-pun terpaksa menyetujui. Pikir Dian, entah bagaimana besok cara menjelaskan maksud pada bekas pembantunya. Satu hal yang pasti, mereka akan senang dengan rencana gila tersebut.
{Model A}
Hari itu, Rina memutuskan untuk menginap di tempat Dian. Setelah makan malam, ia menelpon-ku dan menjelaskan maksudnya. Reaksi-ku sama dengan Dian, tapi Rina terus mendesak hingga aku tak enak. Pada akhirnya, mau tak mau, aku pun ikut menuruti kemauan sahabatku itu. Guna menetralisir hati, dari rasa pahit di-khianati. Sedangkan Meliana (Liana) teman kami satu lagi, sedang ada kesibukan yang tidak bisa ia tinggalkan.
<#><#><#>
-0o- AND WHEN TOMORROW COMES -o0-
Pagi-pagi sekali, setelah mengepak keperluan secukupnya kami langsung berangkat menuju villa Dian yang ada di Bogor. Rencananya memang hanya Rina yang akan menyerahkan diri. Tapi seringkali, selalu terjadi apa yang tidak kita kehendaki dalam hidup ini. Nasib buruk mencari celah, menanti waktu yang tepat untuk menyelinap masuk ke dalam. Dalam perjalanan, mulai terlihat tanda-tanda bahwa hal yang kami lakukan ini membawa akibat buruk. Di-awali dengan ban mobil yang meletus tiba-tiba, DOR !!, untung saja tidak ada mobil di sekitar. Dian panik dan membanting setir, kami sempat berteriak karena mobil hampir terbalik mengingat Dian menyupir dengan kecepatan tinggi. Setelah meminta bantuan seorang Bapak pengendara mobil Kijang untuk mengganti ban, kami melanjutkan perjalanan. Hujan turun begitu derasnya, membuat kami meminggirkan kendaraan karena takut kecelakaan. Entah kenapa aku merasa rencana ini kurang begitu baik untuk-ku dan juga teman-temanku. Kami menempuh jarak sekitar dua jam perjalanan, lalu istirahat sejenak untuk menghilangkan lelah sambil membicarakan rencana secara sederhana. Sekitar pukul 10.30, Rina bersama Dian menuju ke kediaman Pak Riziek. Sedang aku menunggu khabar di Villa, kisah ini berlanjut sesuai penuturan mereka padaku.
{Model B}
@ the Village…
Mereka berdua bertanya kesana-kemari, dimana saat itu kampung di-dominasi oleh kaum pria. Otomatis, semua mata serasa menelanjangi. Selain berwajah jelita, pakaian yang mereka kenakan sangat menggoda, mengundang seluruh syahwat yang ada. Yakni atasan tank top putih berdada rendah tanpa Bra, dilapis oleh jaket jeans biru. Bawahannya berupa rok hitam sejengkal di atas lutut, diper-sexy high heels merah bertali membelit betis. Sialnya, rumah Pak Riziek terletak jauh sedikit terpencil, dan Dian sendiri belum pernah mampir, jadilah mereka objek pencuci mata. Setelah pencarian yang melelahkan, akhirnya terlihat dari kejauhan di sebuah gubuk, dimana ada pria gemuk duduk di bangku halaman yang mereka kenal bernama Pak Usep. Dia sedang bermain catur dengan seorang pemuda kurus berwajah tirus, sangat lusuh tak terurus. Dengan pakaian gombrong, semua bisa melihat tubuhnya yang hanya tinggal tulang belulang.
“Lho, kalo enggak salah…neng Dian sama neng Rina yah ?” tanya Pak Usep membuka pembicaraan.
“Iya betul…permisi, pak Riziek-nya ada ?” sahut Dian balik bertanya lemah lembut.
“Ada di dalam, lagi nyedu kopi…masuk neng duduk !” tawar Pak Usep, lalu membereskan permainan catur bersama lawan tandingnya, sambil menatap kedua tamu mereka yang seksi bagai busung lapar melihat hidangan ayam.
“Makasih pak…”, Rina dan Dian duduk dengan jantung berdegup, terutama Dian.
Ia masih merasa tak enak dengan pengurus Villanya yang mengudurkan diri gara-gara permasalahan yang sudah ditutup. Sekarang, ia sendiri membuka permasalahan, sungguh ironi.
“Jadi…ada masalah apa lagi ? bukan udah selesai ?”, Pak Usep bertanya dengan cengiran di wajah seperti biasa.
“Itu pak Usep…nanti aja deh, tunggu pak Riziek !” jawab Dian grogi, karena terus dipandangi dari ujung rambut hingga ujung kaki.
“Oh gitu, boleh-boleh hehehe…” dengan cengengesan, Pak Usep tidak sungkan menatap lapar payudara kedua tamunya yang terlihat menantang di balik tank-top. Pria gemuk itu tentu bangga, berhasil menggauli mereka di masa lampau.
Tak lama kemudian, keluarlah seorang pria berusia 60-an yang masih gagah dengan rambut penuh uban. Memegang baki berisi 3 cangkir kopi hitam dan sebungkus rokok murahan.
“Eh, neng Dian…lagi ngapain disini ? udah lama ?” sapa Pak Riziek.
“Iya pak, Err…gimana khabarnya ?”, Dian gugup, dia melayangkan jabatan tangan.
Pak Riziek terlihat kaget, masalahnya pertemuan tatap muka terakhir mereka berupa pengusiran disertai bentakan berwajah galak. Tapi Pak Riziek menyambutnya juga dan menyahut balik lalu duduk. Pak Usep mengenalkan pria berwajah tirus itu, dia bernama Duyon. Sesudahnya, mereka berlima membisu seribu bahasa.
“Ehm, jadi…ada masalah apa neng ?” tanya Pak Riziek memecah suasana.
Kini giliran Dian yang kaget, diam membatu. Dengan cekatan, Rina menyenggol lengan Dian.
“Err anuu…aduh, gimana saya jelasinnya ya pak…” ujar Dian seraya menggaruk-garuk kepala, bingung mau berkata apa.
Tentu Dian sulit mengutarakannya, wajar saja. Haruskah dia bilang hendak mengajak mereka untuk bersebadan, dan bersedia adegannya di-abadikan…haruskah ?? Semua menunggu Dian berbicara, gadis itu semakin kalut, peluh keluar dari pori-pori di sekujur tubuh karena tegang dan malu. Ia mengibas-ngibaskan jaket kegerahan, gerah akan banyak hal. Kurang masuk akal, sebab udara di kota hujan (Bogor) dingin seharusnya.
“Gerah neng ?” sindir Pak Riziek disertai cengiran, Pak Usep dan Duyon yang dari tadi hanya diam ikut menyeringai hingga gigi hitam akibat merokoknya terlihat.
“I..iya pak…sedikit !!”, Dian sedikit tergagap.
“Dibuka aja Neng biar engga gerah hi hi hi”, kata-kata pertama yang terlontar dari mulut Duyon.
Pak Riziek spontan tertawa mendengar celetukan mesum Duyon, begitu juga Pak Usep. Dian terbelalak dan shock mendengar itu, ia memang sudah menyangka pria satu lagi tak jauh beda. Pemangsa raga bertambah satu, Dian resah dengan hati tak menentu.
“Eng..engga pa-pa…biarin aja..gini…” jawab Dian mulai tergagap.
“Iyalah neng jangan dibuka, nanti malah kita yang kegerahan lagi huehehe” timpal Pak Usep menjurus, membuat dua bandot lainnya semakin keras tertawa.
Rina tampak gemas terhadap Dian karena lamban, walaupun memakluminya.
“A..anu pak…Eerr..se-”.
“Sepertinya kita bicara di dalam aja, yuk neng…” sela Pak Riziek beranjak bangun, mengajak kedua tamunya untuk masuk ke dalam gubuk.
Terjadi saling pandang antara Rina dan Dian, sesungguhnya mereka enggan. Tetapi ada benarnya juga, kurang tepat membicarakan hal pribadi di pekarangan rumah, ada tembok yang berbicara. photomemek.com Setelah melepas alas kaki, dua buruan kaya daging itu masuk ke kandang pemangsa. Pak Riziek menggelar tikar, mereka berempat duduk. Pintu ditutup Pak Riziek dan dikuncinya dari dalam. Rina dan Dian kembali berpandangan, sadar terkurung dalam gubuk berisi tiga maniak seks.
“Sok neng…ada masalah penting apa ?”, Pak Riziek ikut duduk bersimpuh dengan wajah tenang, agar terlihat lebih santai.
“A..anu pak…Ri..Ri..Rin”.
“Saya mau di foto telanjang sama bapak-bapak sekalian !” potong Rina tanpa tedeng aling-aling.
“Jauh-jauh kesini minta di-ewe rupanya” reaksi Pak Usep langsung mengejek, disambut dengan gelak tawa.
Pipi Dian merona karena malu, sedang Rina berusaha mengacuhkannya. Ia lebih terbakar dengan balas dendam yang direncanakannya.
“Foto telanjang gimana neng maksudnya ?” tanya Pak Riziek kalem, setelah gelak tawa mereda.
“Gini pak…terus terang, tunangan saya selingkuh…jadi saya mau balas dengan foto ber-adegan sex tanpa busana dengan orang yang dia engga kenal seperti bapak-bapak…gitu singkatnya !!” jelas Rina to the point, merasa tak perlu dengan penjelasan panjang lebar.
“Adegan sex ?!” tanya Pak Usep, dengan pandangan yang mencemooh Rina.
“Iya adegan…!!” jawab Rina singkat dan cepat.
“Berarti bukan sekedar telanjang, tapi juga nyoblos memek kaya foto neng dulu ya ?” tanya Pak Usep lagi, sengaja dengan kata-kata kotor.
“Betul pak, kita bersebadan !!” jawab Rina tegas, berpaling dari rasa malu.
“Wah-wah, mimpi apa nih saya…diajakin ngewe-an sama foto model gratisan huehehe” ejek Pak Usep.
“Ada yang bilang…kalo memang rejeki, engga akan kemana-mana hahaha” timpal Pak Riziek ikut mengejek.
Barulah Rina tersadar, rencananya hanya mempermalukan dirinya, ia menggali lubang kuburnya sendiri. Nasi telah menjadi bubur. Walaupun ia batalkan, belum tentu mereka akan dilepaskan.
“Duyon kecipratan nih…” ledek pak Usep menyenggol lengan temannya.
Pria tirus itu tertawa seraya mengelus-elus jenggotnya yang persis seperti kambing bandot, tanpa henti memandangi kedua juwita silih berganti.
“Wah, kebetulan…udah lama bapak engga ngerasain memek neng Dian yang enak itu!” kata Pak Riziek sambil mengelus rambut Dian, dengan sopan Dian menghindar sekenanya.
Pak Riziek menyeringai melihat reaksi mantan majikannya itu, tangannya bergerak meraba paha mulus Dian yang bebas dari balutan rok mini. Awalnya Dian menolak, ia mendorong tangan ‘lapar’ itu. Sayang terlalu kuat, akhirnya ia pun pasrah berdehem nikmat.
“Jangan pak, Dian jangan disentuh !! saya boleh diapain aja, tapi Dian jangan !!” tegas Rina.
“Lho kok gitu ? ngewe kok diatur-atur…terserah bapak dong neng !!” kata Pak Riziek menyahut dengan suara keras, tangannya semakin kurang ajar masuk ke dalam rok.
“Tapi pak..”.
“Engga papa Rin…aku udah nyangka bakal gini kejadiannya, khan udah aku peringatin” potong Dian pasrah, tubuhnya sudah direlakan menjadi objek gerepehan, mereka bertukar pandang.
“Kalau memang ini mau kamu…kalau memang ini bisa ngebalas sakit hati kamu, aku lakukan apapun juga Rin…DEMI SAHABATKU !” tandas Dian, mencerna arti persahabatan.
Mendengar itu, mata Rina berkaca-kaca, terharu atas pengorbanan sahabatnya.
“Thanks Di…maaf ya, aku menyusahkan dan membuat kamu terlibat..”, Rina menggenggam erat tangan Dian sahabatnya, Dian menggeleng kepala dan berkata.
“Yang pertama kali soal klise khan salah-ku…kecerobohan-ku” ujar Dian agar Rina tidak merasa berhutang.
“Waduh, kaya nonton telenovela aja…terharu sekaligus mau buang peju” ledek Pak Riziek, yang lagi-lagi disambut gelak tawa.
“Yakin neng ?” tanya Pak Usep pada Rina tiba-tiba, hingga si manis itu terkesiap.
“Hah…ya..yakin apa pak ?” tanya Rina balik dengan tergagap.
Ia kaget melihat wajah Pak Usep yang penuh lemak seperti sosok pemeran Jin dalam sinetron misteri, berada di hadapannya persis.
“Yakin, memeknya boleh bapak ewe ?” tanya Pak Usep mendekat, hendak mencium pipi Rina.
“Bob..boleh pak, ta..tapi nanti aja yah…di villa !!” jawab Rina terbata-bata, beranjak mundur menjauhi wajah cengengesan Pak Usep yang bergerak maju.
Sementara itu, Pak Riziek geli melihat respon mantan majikannya, ketika jarinya berpetualang menggelitik belahan kemaluan yang masih terbalut celana dalam. Tangan Dian terang-terangan menolak, namun ekspresi wajah menikmatinya. Paha bagian dalam pun tak luput dari rabaan dan menjadi sasaran, Pak Riziek tersenyum bangga merasakan kuku berkutek merah Dian mencakar lembut lengannya yang kokoh, menandakan ia telah hanyut dalam permainan. Wajah ayu Dian kian memerah, menggigit bibir bawah, mendesah-desah, tatkala jari Pak Riziek menelusup masuk liang selaput daranya yang merah muda merekah lagi renyah. Duyon yang juga ‘pengen’, hanya bisa sabar menanti jatah sisa sebagai anak bawang.
“Memang kenapa kalo sekarang neng ?”, Pak Usep masih memburu.
“Eng..engga, engga papa pak…nanti aja yah…” tawar Rina semakin tergagap.
“Hehehe…neng geulis ini, ngewe pake di atur-atur…mana kompromi kontol bapak !!” kata Pak Usep, semakin mendekati sasaran.
“Na..nanti, nanti…pasti Rina kasih…nanti aja..yah…” pinta Rina dengan sangat.
“Nanti ya nanti neng…sekarang lain urusan dong huehehe nang ning, ning nang ning nung, nang ning…” goda Pak Usep sambil berjoget jaipongan.
“Jangan sekarang pak, plis…”, Rina mengiba dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada, ia sudah tersudut di ruang tersebut.
Bukannya mendengar, Pak Usep malah menangkap kedua tangan Rina, lalu meletakkan di sisi pinggang berlemaknya. Rina menggeleng kepala, wajahnya memelas. Ia tak menepis tangan yang merentang lebar jaketnya, dada montok di balik tank top itupun terpampang menantang.
“Wuah, si neng kasihan keringetan…bapak keringin yah ?!”, Pak Usep menawarkan diri, dengan liur yang menetes di sisi bibir.
Rina kembali menutup dadanya dengan menyilang kedua tangan, Pak Usep cekatan menangkap dan merentangkan. Dada Rina kembali menjadi santapan mata yang memandang nanar, seolah ingin menelannya bulat-bulat.
“Jangan pak…pliis !” mohon Rina lagi. Ironi, vaginanya lembab karena horny.
Tentu Rina dan Dian pernah curhat atas pengalamannya di web cerita dewasa (17 tahun.com). Ia benci sekaligus horny menghadapi orang-orang seperti Pak Usep ini.
“Bapak cuma mau keringin aja kok…janji, Sluurph !” gombalnya, seraya menghirup air liur yang hampir menetes karena dahsyatnya nafsu yang bergejolak.
“Ja..janji yah pak ?!” pinta Rina.
Ia sudah putus asa, melihat wajah mesum Pak Usep hanya berjarak beberapa senti saja dari dada menggiurkannya, dilarang pun sia-sia.
“Janji apa neng ?”, Pak Usep berlagak pilon, menghentikan laju wajah.
“Janji cu.AAAAHHHHHHH !!” desah Rina lirih, karena Pak Usep membenamkan wajah penuh lemaknya tiba-tiba.
“Hhmmh, wangi neng Hhhmmmmhh…Hhhmmmmhh…enak !!” komentar Pak Usep, menghirup sekuat tenaga aroma bunga dada Rina, jarinya yang gempal meremas gemas pantat.
“Paakh, AAAAAHHHHHHHH Sssshhh…!!” desis Rina terangsang.
Hidung pesek itu menggesek dan mengacak-acak area sekitar dada, membuat si pemilik berparas cantik blingsatan kenikmatan dan menjambak rambut si pencumbu. Libido Rina meninggi dengan cepat, membuatnya lupa akan status serta jati diri.
“Paakh, pak Useeph.HHHHHH…udah pak, Aanggh !!” erang Rina, dengan sengaja Pak Usep menyentil puting yang masih terlapis tank top dengan lidahnya.
Pria bertubuh tambun itu menarik wajahnya, Rina mengira telah selesai. Antara rela dan tidak, ia menanti eksekusi diri dengan nafas yang tersengal-sengal.
“Ini dibuka aja neng, biar sama-sama enak !”.
Pak Usep meloloskan jaket dan tank top ke masing-masing sisi lengan secara kasar. Rina pasrah, malah mengangkat lengannya sendiri membantu pemerkosanya yang hendak menelanjanginya. Ia sudah terlanjur hanyut untuk menghentikan semua. Menyembulah payudara impian, dada montok itu terekspos sudah. Penis Pak Usep dan Duyon yang hanya bisa menonton adegan, semakin keras mengacung. Kulit putih bak bangkuang, apik dirawat dengan spa dan mandi susu. Dada membusung padat, keringat yang melekat, membuat Rina semakin lezat mengkilat. Segarnya usia indahnya tubuh, menjadikan sedap dipandang mata, nikmat untuk disantap.
Duyon tak tahan, dia membuka celana lusuhnya dan onani di tempat. Pak Usep yang juga bernafsu, langsung mencaplok dada yang membuatnya ‘lapar’ sedari tadi. Bibir tebalnya mengemut dengan lahap bagaikan bayi menyusu pada sang Bunda, meninggalkan jejak liur menjijikkan beraroma jengkol.
“Makin montok aja neng, udah lama engga nyicip…Sruuuuph !! makin cantik lagi” puji Pak Usep, disela-sela hisapan rakusnya.
Rina memejamkan mata menikmati perkosaannya, sapuan lidah di puting menyebabkan benda itu semakin mengeras. Keadaan Dian malah lebih menggenaskan, celana dalam sudah tanggal dari tempatnya, wajah Pak Riziek menyuruk ke selangkangan dan menciuminya habis-habisan. Dian mengapit kepala bekas pembantunya dengan pangkal paha, betisnya mengepak-ngepak bagai buntut ikan, menjambak dan berteriak histeris meraih orgasme. Tubuhnya melengkung mengangkat pinggul, wajah Pak Riziek makin terbenam di selangkangan. Nafas Dian terputus-putus, tubuhnya terbaring di tikar lusuh. Pak Riziek tertawa terkekeh-kekeh melihat keadaan Dian, sambil menjilat lendir orgasme yang melekat di wajahnya. Pak Usep meningkatkan serangan, menyingkap rok Rina lalu menarik turun celana dalam dan dilemparnya ke Duyon. Pria kurus itu menangkap dan menghirup bagian dalamnya yang harum semerbak bunga, cairan cinta yang membercak dijilatinya hingga bersih tak tersisa. Jari gemuk Pak Usep bergerilya diantara kerimbunan bulu mencari liang, bagai ular melata hendak memasuki sarang.
“Ssssshh, Aanggh…Mmhh !”.
“Hehehe…neng terangsang ya, banjir gini memeknya ?” ejek Pak Usep berbisik.
“Eng..engga pak…bu..bukan…itu bukan say AAAAHHHHHHH !”, Rina mendesah lirih, karena Pak Usep menekan jari tengah gemuknya hingga amblas.
“Hihihi, masih aja engga ngaku”, Pak Usep menyeringai merasakan tangannya banjir lendir.
“Ampun pakh, AAAAHHHHHHH Ssshh…Am Aangghh !!”, Rina meracau tak karuan, saat Pak Usep memainkan klistorisnya. Sementara mulut tak henti-hentinya mencumbu payudara, foto model itu terbawa nikmat oleh permainan fotographer kampung.
“Belum ngaku juga…Hah ? ayo ngaku !!” bentak Pak Usep dengan wajah merendahkan, hanya untuk mempermainkan. Tangannya mengobok-obok dengan gencar hingga Rina blingsatan.
“Pakh Aawh…ampAAHHHHH…ampun pak.AAAHHHHH…I, iyaAHhh …saya..saya ngaku AAHHHHH…I, ini AAHHHHH…sa.AAAAAANNGGHHHHHHHH !!” erang Rina panjang dengan tubuh mengejang, ia menggapai orgasme pertamanya.
“Hihihi…keluar juga, selamat makaan Sluurph, sluuurp…shrrrrrrpp !!”, demikian bunyinya, setelah Pak Usep membenamkan wajah.
Dengan penuh nafsu, dia menyeruput selaput dara yang membanjir. Rina menggelinjang nikmat diperlakukan demikian, jus cinta membasahi mulut dan jari-jari penenggaknya.
“Memeknya gurih pisan, emang beda foto model euy !!” celetuk Pak Usep menyeringai.
Rina yang masih mencari-cari udara bagai ikan jatuh ke daratan, berusaha mengacuhkan ejekan untuk meresapi kenikmatan. Setelah seluruh cairan habis ditenggak, Pak Usep menjilati jarinya yang belepotan, dengan kurang ajar Pak Riziek bertanya.
“Enak Sep…?!”.
“Enak…rasa stooberi huehehe” , mereka berdua tertawa menang.
Duyon akhirnya klimaks menyemprotkan mani ke celana dalam Rina, dari tadi dia onani sambil menjilatinya. Pak Riziek dan Pak Usep menertawakan temannya yang masih hijau dalam urusan seperti ini. Omongan kotor dan olok-olokkan tak senonoh ketiga orang kampung terlontar tanpa henti. Rina dan Dian bergenggaman jemari, saling menguatkan hati.
“Ck ck ck, harunya melihat persahabatan neng-neng geulis ini hehehe” ejek Pak Riziek.
Pak Usep yang belum merasakan nikmatnya ejakulasi, tanpa malu menurunkan celana di depan teman-temannya.
“Suit suiit…seksi juga lu Sep, sayang burik” ejek Pak Riziek, Duyon langsung tertawa terpingkal-pingkal.
“Hehehe sialan…”, Pak Usep cengengesan.
Dia meminta kedua juwita untuk bangun dan berlutut, kemudian memberi perintah untuk mengocok penis dengan payudara, yang dibantu dengan sepongan. Rina menundukkan badan, menjepit penis dengan daging kenyal miliknya. Dipijatnya penis itu secara erotis, Pak Usep merem melek keenakan. Dian memberikan kenikmatan berbeda, melalui hisapan pada kepala penis. Lidahnya menyapu hingga menyentuh pangkal dada, membuat Rina mendesah nikmat jua.
“Oookh, toketnya enak banget…Hhggh, kenyal…kenyal…kenyal !” celoteh Pak Usep.
Dia meracau tak karuan, melenguh panjang dengan wajah terdongak ke atas. Selang beberapa detik, terdengar suara menahan nafas.
CROT CROOOTTS !!, air mani menyemprot dengan telak, mengenai wajah Rina dan juga Dian yang sedang menggelitik kepala penis. Mereka kaget menerima semburan dahsyat itu, namun segera membuka mulut untuk menelannya agar tidak terlalu belepotan. Begitu banyak mani yang bermuncratan, dikarenakan nikmat yang tak tertahankan. Pak Usep mendesah panjang di akhir ejakulasi, puas hajatnya tuntas. Selesai Pak Usep, Pak Riziek menagih jatah. Mantan pengurus villa itu berdiri diantara Rina dan ex-majikannya, dimana dia menyuruh mulut untuk melayani penis yang mengacung diantara mereka. Dian sibuk mengulum sambil mengocok batang penis, sementara Rina menjilati buah zakarnya, demikian mereka bergantian. Sampai suatu ketika, air mani Pak Riziek bermuncratan, membuat wajah semakin belepotan tak karuan.
Mereka terkapar, dengan rambut..dada dan wajah bersimbah sperma. Tak peduli akan kaki yang mengangkang dimana rok tersingkap, ini berarti selaput dara memamerkan keindahan fisiknya. Ocehan dan olok-olokan membahana di gubuk tersebut, sesekali tangan ketiga bandot iseng meraba paha. Kedua juwita saling bertukar pandang, bingung dengan rencana mereka yang berantakan, entah seperti apa kejadian ini berlanjut. Pak Usep yang tidak tahan melihat surga yang ada di depan mata, kembali bernafsu.
“Neng Rina, bapak ewe sekarang ya ?” kata pria buncit itu, cengengesan sambil mengocok penis. Rina menggeleng dengan wajah memelas.
“Ayolah Neng…secelup dua celup-lah ehehehe !!”.
Tiba-tiba, terdengar suara ring tone handphone memecah suasana, arahnya dari jaket jeans Lea Rina yang tercampak di tikar.
“Siapa sih, ganggu acara orang aja !” omel Pak Usep, menduga telepon itu dari laki-laki atau siapapun yang dekat dengan Rina.
“Pak Usep, tolong kasihkan saya…penting !” pinta Rina menunjuk ke sumber bunyi.
Pria bertubuh tambun itu terdiam sesaat tak mengerti, namun akhirnya dia beranjak bangun mengambil benda yang dimaksud dan menyerahkannya ke Rina.
“Ha..halo…”, Rina menjawab suara telephone dari seseorang yang telah di duganya.
Aku : ‘Hei Rin, kemana aja sih..aku sendirian niy, mana…udah ketemu belum orangnya ?’.
“U..udah Vi…tunggu sebentar yah ?”.
Aku : ‘Ya udah, cepetan dunk !! bete niy sendiri…emang kenapa sih lama ?’.
“Itu”, Rina tidak menyelesaikan kalimatnya, sebab wajah Pak Usep menukik ke kewanitaannya, mendesahlah model berparas ayu tersebut hingga terdengar oleh-ku.
Aku : ‘Rinaa…kamu…kamu…kalian…’.
“Enghh, Engga papa…kami kesana sebentar…lagi, Emmh”, Rina menekan tombol Off, untuk memutuskan perbincangan yang hanya akan membuahkan derita birahi.
Ia langsung meletakkan alat komunikasi dan melepas erangan ketika Pak Usep menyedot bibir kewanitaan kuat-kuat. Sementara Duyon beralih ke selaput dara Dian, tak mau kalah mencium dengan penuh nafsu. Dari tadi dia ingin melakukan hal ini sebenarnya, manakala ada kesempatan datang, takan di sia-siakan olehnya. Duyon tersenyum menang melihat keadaan Dian tanpa daya dan upaya. Begitu juga Pak Usep, serasa berjaya menaklukan Rina. Selaput dara dilumat habis-habisan, menjadi objek lidah kasat yang rakus lagi haus. Tubuh kedua juwita menggelinjang tak karuan, mulut mengerang-erang, menggigiti jari menggeleng kepala ke kiri dan ke kanan hingga rambut tergerai awut-awutan.
“Iyaahh…Iya.Aaaaaaaaahh !!”, tubuh mereka melengkung, menjambak pelahap selangkangannya hingga terbenam disana.
Mata kedua juwita mendelik menyisakan putih dan mendesah sejadi-jadinya, menikmati orgasme yang mendera.
“Sluuurph…Shrrrpp, Hmmh…gurih, Shrrrrrrrrpph !!” komentar Duyon norak, lendir Dian pun habis dalam sekejap.
Dua gadis muda tanpa cela itu melepaskan jambakan, hilang sudah tenaga yang tersisa. Tubuh molek mereka tergeletak lemas, hampir tak sadarkan diri.
Duyon yang tak ambil peduli, merentang lebar kedua belah paha Dian untuk menyenggamanya, namun Pak Riziek menyela.
“Nanti dulu Yon !!”.
“Kenapa Bos…engga boleh saya, ngewe-in neng geulis ini ?!” tanya Duyon dengan nada tinggi, hasratnya tertunda merasa dihalang-halangi.
“Bukan begitu…tadi denger ‘gak barusan, ada temennya satu lagi di villa…mendingan sekalian kita pesta ngewe disana aja, enak ada kolam renangnya lagi” saran Pak Riziek cabul.
“Iya Yon, betul…” timpal Pak Usep, ikut membujuk.
“Hmm, iya juga sih…ya udah kalo begitu, Hayoh !!”, ajak Duyon semangat ‘45.
“Hehehe ada yang ‘gak tahan Bos…” ledek Pak Usep.
“Biasa anak baru…ha ha ha ha !”.
Pak Riziek ke kamar mandi, mengambil segayung air untuk dicipratkan ke wajah kedua juwita yang terlelap menikmati orgasmenya. Setelah terbangun, mereka mandi kecil membasuh tubuh dari liur dan lendir, lalu kembali berpakaian. Rina jijik melihat celana dalamnya ada mani kering Duyon yang menebarkan aroma tak sedap, Pak Riziek mengamati hal itu. Timbulah sebuah ide, dimana dia tersenyum-senyum sendiri.
“Si neng kasian, celana dalemnya ada peju ya ?” tanya Pak Riziek menyeringai.
“I..iya…” jawab Rina sekenanya.
“Ya udah…sini !!”, Pak Riziek merebut celana dalamnya dengan kasar.
Dian yang juga baru saja hendak mengambil celana dalamnya yang tercampak di lantai bertikar untuk dipakai, terlebih dahulu dirampas Pak Riziek. Mereka berdua ingin sekali marah sebenarnya, namun bisa apa kedua gadis feminim menghadapi tiga pria kasar, jadi ya sudahlah pasrah. Mereka dipaksa berjalan di sebuah kampung dengan rok mini tanpa dalaman.
<#><#><#>
Mereka berlima keluar dari pondok, berjalan iring-iringan. Rina dan Dian mengacuhkan setiap mata yang memandang, jantung pun berdetak kencang, saling bersahut-sahutan. Adalah seorang aki-aki, bertengger di daun jendela. Meletakkan dagu di atas kedua tangannya yang terlipat, melempar pandangan ke jalan. Aki ompong itu terbelalak melihat dua bidadari di siang hari, berjalan di muka bumi, bersama tiga manusia iblis mengekori.
“Whuaa…aya awewe oy, aya awewee…ngewe ooy !!”, teriak aki jorok.
Si Aki hendak meloncat keluar jendela, ingin menomplok kedua juwita. Namun baru sebelah kaki naik ke jendela, sebuah tangan menjewer telinganya.
“Kakek mau ngapain ? apa nini engga cantik lagi ?” omel nenek-nenek yang rupanya istri si aki.
Aki pun mengaduh kesakitan sambil mengatakan hal-hal mustahil untuk merayu, agar jeweran dilepaskan. Melihat itu, ketiga bandot tertawa keras. Dian yang sepanjang jalan tegang menanti eksekusi berikutnya, geli juga dengan kejadian kecil menggelitik itu, mereka semua melanjutkan perjalanan. Namun, baru beberapa langkah melewati rumah tersebut, si aki tadi berlari keluar dan berhenti di depan rumah, hanya mengenakan sarung dan bertelanjang dada. Pak Usep yang ada di baris belakang, menoleh mendengar suara berdencit yang berasal dari si aki. Dia tersenyum lebar melihat si aki mupeng.
“Hoy, pada liat deh…” panggil Pak Usep, hingga semua yang ada disitu menoleh.
Pak Riziek yang mengenal si aki akrab disapa Mbah Sungir, langsung menyeringai
“Neng Dian, neng Rina…ada penggemarnya tuh hehehe” goda Pak Riziek.
Dian yang merasa berjarak tak jauh, melemparkan senyum yang luar biasa manis. Mbah Sungir kontan merasa sakit di dada dan sesak nafas, melihat Dian tersenyum manis ke arahnya. Gilanya, Pak Usep dengan iseng menarik rok bagian depan ke atas, hingga terlihatlah pemandangan indah yang menggiurkan…selaput dara.
“Haaaaahh…”, Mbah Sungir mupeng abis, matanya melotot seakan ingin keluar dari tempatnya, mulutnya menganga yang dilengkapi dengan liur yang menetes deras.
“Awhh pak…!!”, Dian menarik turun roknya yang disingkap.
Merasakan perlawanan, Pak Usep semakin menggila. Dia menangkap tangan Dian, meminta bantuan Duyon untuk ikut melecehkan. Berhasil, selaput dara Dian terpamer indah, menjadi tontonan gratis bagi Mbah Sungir. Kaki Dian merapat agar liang surganya tak terlihat, malang Duyon cekatan untuk merentangkan lebar kedua kaki jenjang tersebut.
“Mbaah, mbah Sungiiir…udah nyarap belum ? mau ini gak ?”, teriak Pak Usep menunjuk ke selaput dara Dian, dengan kurang ajar dia menawarkan belahan kemaluan secara cuma-cuma.
Mendengar itu, Mbah Sungir berlari secepat kilat, hendak memangsa kewanitaan Dian. Gadis cantik itu hanya bisa menggelengkan kepala dan mengatakan ‘tidak !!’. Rina yang tidak terima melihat Dian direndahkan, memukuli pundak Pak Usep yang lagi asyik tertawa mengejek agar melepaskan sahabatnya. Namun dengan cekatan Pak Riziek meringkus Rina dan ikut tertawa.
“Nonok awewe ooy…nonok aweweee…!!”, teriak Mbah Sungir dengan ingus dan liur meleler menjijikkan, tangannya membentuk cakar seakan ingin menerkam.
“Kakek !” bentak Istri Mbah Sungir dari dalam gubuk, melihat suaminya yang tidak ada di dalam malah di luar hendak memangsa dara muda. Ia menyingsingkan lengan baju, mengambil sapu ijuk dan ikut berhamburan keluar.
“AAAAAAAAAAAAHHHHHHH SSSSSSSSSSHHHH…AAAAANNGGGGHHH !!”, desah Dian sekeras-kerasnya, mendesis, mengerang sejadi-jadinya. Tak peduli sedang berada di jalan perkampungan yang kebetulan sepi.
“Hhmmmmmhh… nonok jeng ayu wanyiiii, wanyiiiiiiii Hhmmmmhh… enyaaaaak Sruuuuurph, Shrrrrrrrrrrrrrrrrrpp !!”, hirup dan seruputan rakus Mbah Sungir pada kewanitaan Dian.
Hidung Mbah Sungir menggesek bibir kemaluan ke kiri dan ke kanan. Mulutnya yang ompong itu mengemut dan menarik seolah-olah ingin selaput dara tanggal dari tempatnya untuk ditelan mentah-mentah. Lidahnya mencelup ke liang, menjilati lendir dan mengacak-acak dinding liat merah muda di dalamnya.
Sayang jatah Mbah tak lama, Istrinya sudah dekat. Duyon sambil tertawa menarik Mbah Sungir agar menjauhi kewanitaan Dian, dimana wajahnya asyik terbenam disana. Setelah terlepas, si Nenek langsung menghujani suami cabulnya dengan sapu yang dibawanya. Kontan Mbah Sungir mengaduh sakit hingga meringkuk di jalan. Dian sempat ketakutan, takut ikut kena labrak istrinya. Bagaimanapun juga, Mbah Sungir tidak menyesal, sakitnya tak seberapa dibanding keberhasilan merasakan manisnya selaput dara Dian. Bahkan sempat menenggak lendir yang gurih dirasa, walaupun setetes berjuta nikmatnya. Mereka semua meneruskan perjalanan, setelah Mbah Sungir bangkit berlarian ke dalam rumah yang terus dikejar Istrinya. Jalan terus disusuri, hingga terlihat seorang pria tua hitam sebaya Pak Riziek mengenakan sarung dan peci nampak ingin menuju tempat ibadah, tapi memandang lapar ke arah Dian dan. Rina Dua gadis muda cantik jelita, mengenakan pakaian sexy membangkitkan gairah kaum pria.
“Mit…mau ke masjid ?” sapa Pak Riziek dengan senyuman lebar, merasa kalau kedua gadis yang bersamanya menjadi objek santapan mata kenalannya yang bernama Lamit.
“Iya…pan udah lohor, pada mau kemana ? engga pada sholat ?” kata orang tua bernama Lamit itu, mengajak bicara Pak Riziek namun matanya menelanjangi kedua juwita di sebelahnya.
“Ini…mau ke villa bekas majikan saya, ada pesta ehehe” sahut Pak Riziek bermaksud mengejek, tangannya menunjuk Dian.
“Oo…ini majikannya dulu, cantik ya !!” puji orang tua sok alim tersebut.
“Yah, beginilah gadis metropolis hehehe”.
“Kalo yang ayu ini siapa ?!” tanya si orang tua, mulai menunjukkan jati diri.
“Ini temennya, namanya neng Rina…kalau neng Dian ini anaknya yang punya villa”, jelas Pak Usep memperkenalkan.
Kedua dara terpaksa menorehkan senyuman, membuat Lamit bertambah ‘pengen’.
“Oo…jadi neng Rina ini temennya…ya ya ya” kata Lamit mengangguk-angguk sok berwibawa, padahal ngeres.
Hal itu dibuktikan dengan matanya yang menyapu telak kaki jenjang kedua juwita, dimana paha mulus terlihat jelas karena rok terlalu mini.
“Mit…adzan udah dari tadi lho, kok malah melototin neng-neng ini hayoo… ” ejek pak Riziek.
Lamit memang sering menasehati Pak Riziek, dan juga semua warga kampung dengan kata-kata tobat. Tetapi dia sendiri juga bukan orang bersih, dia dipensiunkan dari bendahara masjid karena menggauli anak di bawah umur dengan iming-iming duit yang diambilnya dari kotak sumbangan masjid. Sungguh prestasi memalukan dan perilaku yang amat sangat menjijikkan.
“Siapa yang ngeliatin…” kilahnya, sambil membetulkan sarung yang aneh bin ajaib karena tiba-tiba menjadi sempit.
“O iya…lupa saya bang Lamit ahli tobat hehehe…”, Pak Riziek mengerlingkan mata pada kedua temannya bermaksud mencemooh, dia yakin bahwa Lamit munafik.
“Ya udah, kalau begitu kita duluan deh…tadinya sih mau ngajak” pamit Pak Riziek menyeringai, melihat wajah Lamit kecewa, kemunafikan membuatnya harus berpisah dengan kedua dara.
“Ehm…ya udah…”, Lamit menyahut singkat.
Rina mengucapkan permisi, begitu juga Dian, Lamit makin tak rela saja. Mereka semua kembali berjalan, Pak Riziek tau bahwa Lamit pasti masih mencuri-curi pandang dari belakang. Oleh karena itu, Pak Riziek menoleh tiba-tiba. Dan betul saja, Lamit masih menatap penuh nafsu betis, paha belakang juga pinggul padat berisi yang berlenggak-lenggok di balik rok mini.
“Mit…” panggil Pak Riziek, Lamit tampak konsentrasi.
“MIT !!” panggil Pak Riziek keras, sehingga bukan hanya Lamit yang kaget, tapi yang lainnya juga tersentak menghentikan langkah.
Dian geram, berpikir apa lagi maunya si tua bangka. Ia tidak menoleh, membuang muka ke arah depan jalan. Rina yang tadinya juga menoleh, melihat Dian kesal jadi ikut berpaling.
“Eh…yah, a..ada apa Ziek ?!” tanya Lamit tergagap karena tertangkap basah memelototi pantat, Pak Riziek cengengesan menang, dia berniat sesuatu.
“Anuu, sayang bang Lamit ahli tobat sih ya ?”.
“E..emangnye kenape Ziek ?”.
“Hmm…tadinya…kalo engga, mau saya kasih INI !!”, Pak Riziek dengan tiba-tiba mengangkat kedua rok bagian belakang bersamaan tinggi-tinggi.
“HHGGGH…!!”, Lamit langsung sesak nafas.
“Aawh !!”, reaksi kedua dara segera menutupi pantat menarik roknya ke bawah.
Dengan cepat, Pak Riziek menangkap kedua tangan dan melepitnya agar tidak bisa berontak. Pak Usep dan Duyon membantu Pak Riziek sambil tertawa. Setelah pindah tangan, Pak Riziek mendorong punggung hingga Rina dan Dian menungging, lalu kembali menyingkap rok yang sempat turun. Pipi mereka merona merah, malu kewanitaannya dipamerkan ke Lamit, orang kampung berumur yang baru saja mereka kenal.
“Jangan pak jangan…malu khan !!” Rina memohon dengan wajah melas.
Mereka mencoba merapatkan kaki. Percuma saja, sebab tetap terlihat jelas dari belakang. Pak Usep dan Duyon menyepak kedua kaki yang merapat agar terbentang lebar, Lamit semakin ngap-ngapan. Pak Riziek sengaja menempatkan diri ditengah-tengah antara Dian dan Rina.
“Sayang bang Lamit alim ya Sep…Yon ?!” ejek pak Riziek.
“He-eh bos…” sahut Pak Usep, mereka tertawa melihat kaki Lamit bergetar.
Pria berpeci itu menelan ludah, tenggorokannya kini terasa kering, tak terasa dia mundur-mundur selangkah demi selangkah dengan mata terbelalak merujuk ke selaput dara.
Gusrak !!, Lamit terjengkang.
“Sialan lu Ziek…sialan lu semua !!” makinya merasa dipermainkan.
“Lha…katanya orang alim ya Sep ?” ejek pak Riziek.
“Iya…orang alim kuat iman dong ?” sahut pak Usep ikut mengejek.
“Orang alim harus bisa nahan nafsu liat INI !!”, Pak Riziek membentang lebar bibir vagina bersamaan, sehingga isi liang berupa daging merah muda merekah tersaji indah.
“Hhggggh…Hrrrgghh.f.f.ff kres kres kres…Hrrrgghh.f.f.fheeh…Hheehgh !!”, Lamit bertingkah seperti orang gila.
Dia meraih peci hitam di kepalanya, digigit-gigitnya seperti orang STEB, sambil meremas kain sarungnya hingga kusut. Dengan keadaan demikian menggenaskan, dia berjalan menggunakan lutut dan menghampiri Pak Riziek. Pak Riziek menampar pantat Rina dan Dian bersamaan, kembali menurunkan rok yang disingkap kemudian memerintahkan anak buahnya untuk melepas kuncian tangan. Mereka yang tau bahwa Lamit sedang mengincar kewanitannya, segera berlindung di balik ketiga bandot yang sebenarnya berstatus sama…‘predator memek’.
“Ziek, tolongh…kasih gua cicip itu memek !! tolong Ziek, gua mau ituu…gua mau itu memeek, memek Ziek memeeeek !!” Lamit memelas, menghamba akan selaput dara.
“Wah-wah…ada orang alim sange memek” ejek Pak Riziek yang disambut gelak tawa, berhasil mempermainkan, sedangkan kedua dara jijik dan muak dengan permohonan jorok itu.
“Ampun Ziek ampun…memek Ziek…memeeekgh !!”, Lamit merengek seperti anak kecil minta dibelikan permen coklat.
“Ehm, saya sebenarnya kasihan sama bang Lamit…tapi ya engga segampang itu, dan asal tau aja lho…neng Rina ini foto model, tentu memeknya mahal engga sembarangan” ujar Pak Riziek sok diplomatis, asal buka rahasia status seseorang.
Rina geram sebenarnya kali ini, namun ia berharap hal itu tidak menjadi boomerang baginya di kemudian hari.
“Ampun Ziek, gua engga punya uang…mau memek !!” Lamit terus berharap belas kasihan.
“Mana ada memek gratisan ya Sep…lonte jelek aja bayar!” sahut Pak Riziek, di-amini anggukan kedua temannya yang sama bejat, padahal mereka sendiri sama.
Kesal karena permintaannya tak digubris, wajah melas Lamit berubah 180 derajat.
“Kalo lu orang engga kasih…gua laporin warga biar Villa lu digrebek massa, hayo lo !!” ancam Lamit nekat.
Semua langsung terdiam kaget dengan pernyataan Lamit, Pak Riziek sebenarnya tak terima ingin menghajar, tapi takut juga karena ada benarnya.
“Jangan pak tolong…bisa malu saya, nanti ketahuan sama papa-mama” ujar Dian selaku pemilik villa langsung menyela, tentu merasa lebih was-was ketimbang yang lain.
“Kalo begitu rencana kita batalkan pak” kata Rina yang jadi ikut tegang.
“Eeiit, batal gimana…bapak kan belum ngerasain memek neng !!” potong Pak Riziek.
“Iya enak aja…” protes Pak Usep juga, Duyon turut mengeluh.
“Nah…berarti gua harus ikut pesta kalian ji hie heh heh”, Lamit tertawa licik.
“Gimana Sep ?”, Pak Riziek bingung.
“Ya…mau gimana lagi ?”.
“Sialan lu Mit…ganggu acara orang aja !!”.
“Ji hie heh heh…sapa suruh ngeledek gua !!”.
“Baik, abang boleh ikutan…tapi antrian paling belakang setelah kita-kita !” tegas Pak Riziek.
“Enak aje, justru gua duluan donk !!”.
“Apa-apaan…”, Pak Riziek kesal.
“Hus-hus, udah…jangan ribut gini…inget kita ini masih di tengah jalan, lebih baik kita bicarain di villa aja Ok” usul Pak Usep menenangkan suasana, wajah kedua dara sudah demikian pasrah diperebutkan untuk digilir.
“Gak mau, gua engga mau…gini aja, kita bagi jatah dulu…Rina ikut gua, kalian bawa Dian dulu ke villa…nanti gua nyusul kalo udah puas ji hie he heh”, ujar Lamit tertawa dengan wajah yang menyeramkan.
“Rina mau dibawa kemana bang ?” tanya Pak Usep dengan wajah kesal, sebal karena seenaknya.
“Gua mau pake’ disitu !” tunjuk Lamit ke sebuah pondok tua yang tampak tak terurus, karena sudah tak ada yang menempatinya lagi.
“Gimana nih bos ?”.
Pak Rizeik hanya melengos kesal, benci sekali dia nampaknya sampai-sampai tidak mau angkat bicara.
“Rin…kamu…”, Dian menggenggam jemari sahabatnya.
“Engga papa Di…ya, mau gimana lagi…?”, kata Rina pasrah.
“Ya udah, kalo gitu…sampai ketemu di villa HUP !!”.
“Awh Pak !!”, tiba-tiba Lamit merunduk dan memanggul Rina di bahu kanannya, untuk digarap di pondok tua yang kosong melompong.
Rina memukul-mukul pinggang Lamit yang tertawa terbahak-bahak atas kemenangannya, sambil menatap sahabatnya yang semakin lama semakin jauh hingga menghilang dari pandangan. Dian dan ketiga bandot mau tak mau meneruskan perjalanan menuju Villa dengan wajah kesal, tentu jatah mereka berkurang.
“Yah, mustinya dapet satu-satu ya Yon…” keluh Pak Usep, seakan menyalahkan Pak Riziek yang menyulut api peperangan pada awalnya. Duyon juga diam tidak bicara karena kesal bukan main, setidaknya dia yang bakal duluan ‘nganggur’.
<#><#><#>
{Model A}
Saat aku sedang gelisah menunggu, handphone-ku berdering, segera kulihat siapa yang calling.
[Lho kok, bukannya…??], aku bertanya-tanya dalam hati.
Aku : ‘Hei, oo…udah di depan, masa sih hihihi iya-iya tunggu sebentar…Hp-nya aku matiin ya’.
Aku langsung berlari ke pintu gerbang, akhirnya tak sendirian ada yang datang menemani.
<#><#><#>
{Model B}
@ the Shack…
Braaakk !!, Lamit menendang dengan keras, pintu reyot itu terbuka lebar.
Tidak dimana-mana, dia memang selalu saja sok dan arogan. Ada sesuatu yang tidak menyukai kehadirannya di pondok itu. Masih dalam papahan, Rina melihat sekitar ruangan. Entah kenapa, bulu kuduknya merinding. Lamit menurunkan Rina, dengan bernafsu dia menghentak jaket Rina untuk diloloskannya.
“Aduh, sabar pak, pelan-pelan…sakit !”keluh Rina dengan suara lembut, takut dengan perlakuan kasar Lamit.
“Buka !! buka !! gua entotin memek lu sampe longgar…” bentak pria berpeci itu menarik turun jaket Rina dengan beringas.
Baru saja turun ke pergelangan tangan, Lamit langsung merobek tank top tanpa bra Rina. Dada montok pun tersaji indah, dicaploknya dengan buas layaknya predator yang melalap mangsanya. Pantat pun tak dibiarkan selamat, Lamit meremasnya gemas dan sesekali ditepuk keras.
“PAAK…AAAAAAAARHH SSSSHH !!”.
Lidah Lamit menjilat dan menyentil-nyentil puting, membuat Rina mendesah. Mulutnya yang bergigi hitam, mengenyot payudara habis-habisan. Pokoknya, seluruh permukaan dada penuh dengan air liur dan merah akibat cupangan.
“Hih !!” geram Lamit membalik tubuh molek Rina, si cantik mengaduh dengan perlakuan kasar itu.
“Ga tahan gua…ga tahan !!” ujar Lamit penuh nafsu, memelorotkan sarungnya sendiri.
“Jangan pak, jangan…!” pinta Rina, merasakan kakinya disepak hingga merentang lebar, punggungnya di dorong merunduk dan roknya disingkap ke atas.
“Kayak gini tadi posisi yang bikin gua gila !!” ujar Lamit sambil melekatkan kepala penis di gerbang surga dunia pria.
“HEEEEEENGGH !!”, geram Lamit melesakkan penisnya yang panjang semaksimal mungkin, sampai-sampai Rina terpentok berdiri di dinding kayu pondok dan mengerang bagai serigala terluka karena tubuhnya serasa dibelah dua.
Lamit menjulurkan lidah menikmati jepitan legit selaput dara, nafasnya sesak serasa berada di ruangan sempit kedap udara. Dia menarik mundur jauh-jauh tubuhnya beserta Rina, kemudian bergerak maju mendorong dimana dinding ada di depan.
“HEEEEEEENGGH !!”, lagi-lagi Lamit melesakkan penisnya dalam-dalam sekuat tenaga yang ada, dan Rina kembali terpentok berdiri sambil memekik.
Wajah jelek Lamit yang tidak karuan, tak usah dipertanyakan lagi ketika merasakan nikmat. Lamit ketagihan, dia menarik mundur tubuhnya juga Rina untuk mengulangi perbuatan bejatnya.
“Ampun pak, ampun…ampuuun!”iba Rina sia-sia, merasakan Lamit mendorong dengan gerakan lebih cepat seakan berlari. Senang dengan ketidak berdayaan gadis cantik yang diperkosanya, dia tertawa cekikikan.
“AAAAAAAAAHHHH !!” desah Rina panjang, disiksa birahi pria kampung berumur.
Ekspresi wajah Lamit seperti biasa, lagi dan lagi dia menarik mundur untuk mengulangi sodokan sadismenya pada selaput dara yang kecil mungil dan tak bersalah. Lamit betul-betul ketagihan mengerjai Rina seperti itu, selalu ingin ‘nambah’ dan nambah terus tanpa pernah kenyang ibarat makan makanan enak gratisan.
“Jangan pak ampun !!”.
“NUNGGING AJA LUU !!”.
“AAAAAAAAAAKKKHH !!”, Rina memekik, merasakan rahimnya digedor kepala penis yang fisiknya burik seperti pemiliknya untuk yang ketiga kali.
Tubuh sempurna itu kembali tergencet hingga kakinya berjinjit, akibat Lamit terlalu bernafsu.
“Eeerhh…gilaaa, enak banget ni memek !! GILAAAKH…!!” komentar kotornya bersuara serak.
Lamit mengulangi lagi niat maksiatnya, tubuh molek Rina kembali ditarik mundur. Kali ini Rina sudah pasrah, percuma juga protes hanya membuang tenaga.
“JEBOOL MEMEK LUU !!”.
Bruukk !! disela erangan dan wajah yang merigis pedih, Rina menumpukan kedua tangannya di dinding sambil merundukan badan untuk bertahan.
“Oookhh…memekh…yangh…legith !!” celotehnya.
Merasa posisi sudah pas, Lamit menghujam selaput dara semakin kejam. Gilanya, dia melakukan hujaman sambil tertawa, senang bisa mempecundangi seperti itu. Berulang kali tanpa jemu, dia menghujani selaput dara dengan tumbukan gahar dari belakang.
Tangannya yang mencengkram pinggang, melayangkan tamparan keras membuat Rina berteriak kesakitan. Pantat sekal berkulit putih mulus bak bangkuang itu sampai bilur kemerah-merahan, akibat tepukan buah zakar dari sadisnya sodokan dan gamparan edan. Lamit menggeser ke samping dengan posisi yang sama, dimana terdapat cermin buluk berdebu. Rina sekarang bisa melihat sendiri adegannya, juga wajah penyodok maniak yang berdiri di belakangnya. Mulut Rina megap-megap merintih lirih, ketika tangan Lamit meremas-remas payudara sambil mempermainkan putingnya yang sudah mengeras.
“AAAAHHH…AAAAAAAANNGGGHH…!!”.
Rina mengerang panjang, dia menggapai orgasme melalui permainan sex kasar, ironi. Kepalanya jatuh tertunduk dan nafasnya kacau balau. Na’as, Lamit hanya memberi waktu singkat untuk pulih. Dia melanjutkan sodokan abnormalnya bertubi-tubi, menampari pipi pantat sekal Rina berpuluh-puluh kali. Rambut panjang kemerahan Rina dijambak hingga kepalanya terdongak. Rina kembali melihat adegannya melalui cermin dimana tubuh mandi keringatnya ditunggangi pria kampung berumur, terguncang-guncang maju mundur. Payudara dan kalung pemberian tunangannya yang belum dilepas terayun kesana-kemari. Menuju ejakulasi, kedua tangan Lamit menjambak Rina dengan kasar sambil berceloteh jorok.
“GILA…ENAK…ENAAK…MEMEK LU…GILA…GILA MEMEK LUU…GILA MEMEK LUU…GILAA MEMEK LUUH, EEENGGKH !!”, Lamit menyentak dengan satu sentakan yang sangat tidak berprikemanusiaan, hingga pertahanan tumpuan tangan pun tak mampu menahan.
CROOOOOOOOOTTTT !! CROTT CROOT !! CROT !!.
Tubuh Lamit berkelojotan menikmati klimaks seksnya, meraih ejakulasi melalui perantara tubuh gadis muda berparas jelita…RINAVIA. Lamit terus menekan penisnya masuk selaput dara, yang notabene sudah mentok. Rina hanya bisa pasrah mendesah, tubuh moleknya tergencet di dinding. Kakinya berjinjit karena penis Lamit yang panjang dan tak tau diri, tanpa ampun terus menyeruak masuk berkedut-kedut muncrat. Saat tetes mani yang terakhir keluar, Lamit sampai bergidik merasakan nikmatnya. Wajah Lamit kontan cengengesan, buruk rupa tak karuan. Betapa bangga dan beruntungnya dia, merasakan hal yang bisa dibilang langka untuk orang seperti dirinya. Yang paling menyebalkan lagi, Lamit mencabut penis keluar selaput dara dengan kasar, sampai-sampai terdengar letupan keras setelah merasa selesai dan puas pada Rina untuk sementara.
“Oookhh…memeknye foto model…lumayan enak juga, Hheegh…ketagihan gua…” oceh Lamit menyebalkan.
Menggunakan kata-kata lumayan, jelas-jelas sodokannya edan, brutal, tak manusiawi dan penuh nafsu hewani. Tak heran penjahat kelamin macam Pak Riziek pun juga sebal padanya. Sungguh-sungguh perbuatan nista, perkataan hina dan pelecehan yang sempurna.
Lamit berkacak pinggang, tertawa seperti orang gila melihat tubuh Rina terkapar di hadapannya, bersimbah peluh dengan selaput dara lebam merah meluberkan sprema.
“Huh, kece-kece lonthe lu…cuih !!” Lamit meludah sembarangan di rumah tua tak berpenghuni itu, hanya sekedar untuk mencemooh.
Dia berjongkok tepat di atas wajah jelita Rina, menyodorkan penisnya yang beraroma tak sedap belepotan aneka macam cairan.
“Heh lonthe…ayo isep bersihin !! ato mau gua bobol lagi memek lu, hah ?!”.
Dengan ketakutan dan meneteskan air mata, Rina terpaksa mengulumnya. Menelan setiap cairan menjijikkan yang melekat di penis.
“Jilatin kepalanya…bagus gitu…lu suka kontol ya ? hah…kece-kece udah enggak perawan, mau lagi dientotin Usep gembrot…cuih !!” hina Lamit.
“Tuh khan kontol gua ngaceng lagi…lu kece banget sih, bikin gua gampang sange…” kata Lamit ngoceh sendiri tak karuan, menampar-namparkan penis ke wajah.
Menikmati kehalusan kulit wajah anggun Rina, Lamit menyeringai kedatangan ide jahat. Dia menggesek-gesekkan penisnya seolah bersetubuh.
“Mmmphh…Mmhhh…MMmmhhh !!”, Rina memejamkan matanya jijik.
Kantung menyan Lamit yang berwarna hitam berkerut keriput, menggilas bibir mungil Rina dan hidung mancungnya. Batang penis merajalela, menjajah sekujur paras yang cantik jelita. Merasakan perlakuan Lamit keterlaluan, Rina refleks mendorong pinggangnya untuk menjauh. Lamit yang arogan tidak mau ditolak, langsung melotot menyeramkan ke arahnya.
“Ngelawan lu lonthe ? hah…belum pernah jalan kaki ngangkang ye ?”, Rina menggeleng kepala dengan wajah memelas.
“Gua kabulin…!!” bentak Lamit tanpa persetujuan, bangkit menuju tempat pembantaian yakni belahan kemaluan.
Lamit merunduk, dia mencengkram kedua pergelangan kaki Rina. Menariknya ke atas untuk direntangkan lebar-lebar dengan gaya arogan serta wajah yang menyebalkan. Rina yang sudah lelah, pasrah membaringkan tubuh seksinya di lantai penuh debu.
Nafsu yang menggelegar, membuat Lamit kuat mengangkat tubuh bagian bawah Rina hanya dengan sebelah tangan. Tangan lain menuntun penisnya ke mulut vagina yang sedikit terbuka dan masih belepotan sperma karena kebrutalannya tadi, HIH !! geram Lamit.
JREEEESS !!, mereka mendesah, menyatulah dua kelamin berlainan jenis.
Lamit langsung mencengkram lagi sebelah kaki Rina, lalu menyodoknya tanpa ampun sambil merentangkan lebar kedua belah kaki.
“HUUUUUUNGGH !! HUUUUUUNGGH !! HUUUUUUNGGH !! NGELAWAN LU ?? HUUUUUUNGGH !! HUUUUUUNGGH !! NIH HADIAHNYA !! HUUUUUUNGGH !! HUUUUUUNGGH !! ”.
“AAAAAAAKKH !! AAAAAAAKKH !! AAAAAAAKKH !! PAAKH !! AAAAAAAKKH !! AAAAAAAKKH !! AMPUUN !! AAAAAAAKKH !! AAAAAAAAKKH !!” Rina mengiba, ia tersodok gila-gilaan hingga rambutnya tergerai acak-acakan.
Tiba-tiba Lamit menghentikan siksaan birahi sintingnya, dia melepas cengkraman di kaki kiri, kemudian memiringkan tubuh Rina yang tentunya bagian bawah masih terangkat. Penis yang terjepit, serasa dipuntir oleh daging legit di dalam selaput dara, Lamit menjulurkan lidah merasa keenakan, wajah maniak seksnya semakin buruk burik jelek tak karuan bertolak belakang dengan wajah Rina yang sempurna. Setelah mantap, penis kembali menghujam penuh nafsu dendam membara, mengoyak-ngoyak selaput dara. Celotehan Lamit jorok dan perlakuannya keji sekali.
“HUUUUUNGGH !! HUUUUUUNGGH !! ANCUR MEMEK LUU…NIH !! NIH !! MAMPUS ITIL LU…HUUUUUNGGH !! NGEJENGKANG LU… NGEJENGKANG LU, HIH !!” geram Lamit, Rina mendesah dengan suara lemah hampir tak sadarkan diri.
Ia kembali tersadar ketika merasakan semburan kencang cairan kental hangat di selaput daranya, sebagai tanda pemerkosanya meraih kepuasan seks luar biasa untuk yang kedua kali. Lamit memeluk paha kanan Rina yang terbentang ke atas, tubuhnya mengejang membuat Rina ikut terpental-pental. Buah zakar melekat ketat di bibir vagina, karena begitu eratnya Lamit merapatkan tubuh.
“EEENGGH…, UUUGHH !!” kejan Lamit, menuntaskan ejakulasi.
Lagi-lagi, setelah puas…dengan kurang ajar dia melepas papahannya pada paha, hingga Rina jatuh gabruk dan mengaduh sakit. Dalam hatinya mengutuk perlakuan Lamit yang jauh lebih binatang daripada Pak Usep dan Pak Riziek yang juga pernah memperkosanya. Rina sampai memegangi selaput daranya yang penuh sperma, ngilu dengan sodokan bejat Lamit yang melampaui batas. Kakinya menekuk sebagai ekspresi rasa sakit yang mendera, tubuhnya berguling ke kanan dan ke kiri. Dasar edan, Lamit malah menertawakan keadaan Rina, jadilah sesuatu di pondok itu betul-betul marah.
“Waduh…sakit ya Neng ?? maap yak, bapak kelewat napsu…abis neng kece banget sih, jadi aja kaya tadi ji hie heh heh”.
Nafas Rina yang tersengal-sengal mereda, ia memejamkan mata tak sadarkan diri. Lamit tertawa keras di pondok tersebut, melihat gadis yang diperkosanya habis-habisan terkapar pingsan. Dia cengengesan memandangi tubuh telanjang Rina yang porak poranda namun tetap terlihat menggiurkan.
“Gak rela gua, ngasihin lu ke Riziek sama Usep…terlalu mulus, terlalu kece, terlalu montok !! ape lu gua sekep aje disini yah, gua entotin sampe bunting ji hie heh heh !!” Lamit bicara dan tertawa sendiri seperti orang gila.
Tubuhnya terasa lelah juga, menggarap Rina dua kali berturut-turut. Dia pun merebahkan diri, memejamkan mata meresapi sisa-sisa nikmat persetubuhan. BUUUZZZ !!, sesuatu bagai angin berhembus lewat di atas tubuhnya. Lamit terbangun dan entah kenapa, membuatnya menoleh ke arah pintu pondok.
RINA ??!
Dengan tubuh acak-acakan tak karuan, ia merangkak menuju pintu. Lamit tertawa, dia bangkit mengikutinya dari belakang. Rina merangkak keluar menjauhi pemerkosanya, tapi bukannya lurus keluar halaman depan yang penuh semak belukar, malah menuju halaman belakang yang dipenuhi pohon-pohon pisang. Lamit konak melihat Rina merangkak, body sempurnanya bak bidadari dalam posisi menantang. Dia mengocok-ngocokan penisnya, siap untuk kembali membobol pertahanan belahan kemaluan. Rina mendekati sebuah pohon pisang yang sudah mati (gedebong pisang), memeluknya pasrah. Ditangkapnya pinggang Rina, Lamit pun langsung melesakkan penis. Dengan bangga, kembali menyodok Rina dengan brutal. Lamit tertawa sinting melihat selaput dara Rina keluar darah, dia semakin gencar. Anehnya, Rina tidak mendesah maupun mengerang. Lamit keheranan, dan keanehan itupun terjawab. Dia melihat perubahan pada rambut panjang Rina yang kemerahan menjadi hitam legam serta meruncing tajam. Rina menolehkan wajahnya, pipi putih blasteran-nya menjadi putih pucat, di sekitar matanya melingkar warna hitam.
“Kun…Kun…Kunti…”, Lamit terbata-bata namun tak bisa menyelesaikan kalimatnya.
Lamit merasakan sakit di penisnya, dia menoleh ke bawah. Ternyata bukan selaput dara yang dia hujam, melainkan gedebong pisang yang sampai bolong oleh penisnya sendiri, dan darah itu adalah darahnya sendiri. Lamit menjerit kesakitan juga ketakutan. Segala perbuatan jahat ada balasan, itulah kata-kata tepat untuk dirinya. Lamit ingin melepaskan diri tapi tak bisa, penisnya terus menyodok tanpa kehendaknya dan wajahnya selalu menatap wajah penghuni pondok itu terus menerus. Di dalam pondok, Rina yang sebenarnya masih tak sadarkan diri. Semilir angin juga berhembus menerpa wajah anggunnya hingga ia terbangun. Rina membuka matanya dan terbelalak, kaget karena sendirian di dalam pondok. Ia bertanya-tanya dalam hati kemana Lamit, bulu kuduknya tiba-tiba merinding.
“Pergiiihh…pergiiih…tinggalkan tempat iniiihh…” sebuah suara menyeramkan membisik di telinganya.
“Hih hi hi hi hi…Hih hi hi hi hi…Hih hi hi hi hi”.
Rina berlari keluar pondok, tidak terpikir lagi dimana Lamit berada, tidak terasa lagi sakit yang mendera di tubuhnya. Padahal tak jauh dari situ, tepatnya di kebun samping pondok, Lamit sekarat menuju ajalnya. Darah di penis mengalir keluar tanpa henti, jantung berdetak keras bagai orang berlari karena mata dipaksa melihat sosok KUNTILANAK di hadapannya terus menerus.,,,,,,,,,,,,,,,,